#SelaSeruni : Illuminating the Shadow of Child Labor
Berikut adalah beberapa fakta mengenai pekerja anak (Child Labor) di Indonesia
Data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) yang berasal dari hasil Survei BPS tahun 2009 mencatat ada sekitar 1,7 juta anak Indonesia menjadi pekerja, yang rata-rata berusia 5 s/d 17 tahun. Sebagian besar bekerja dengan jam kerja di atas 15 jam seminggu. Bahkan, ada yang hingga di atas 40 jam dalam seminggu.
Dari 1,7 juta pekerja anak di Indonesia (2009), sebanyak 674.000 adalah anak-anak berusia 5-12 tahun, 321.000 lainnya berusia 13-14 tahun, dan 759.000 sisanya berusia antara 15 dan 17 tahun.
Pasal 68 s.d. Pasal 69 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa anak usia di bawah 15 tahun tidak diperkenankan untuk dipekerjakan. Akan tetapi, UU No. 13 Tahun 2003 juga memperbolehkan anak bekerja jika dalam kondisi ekonomi yang memaksa, namun harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan: usia tidak boleh kurang dari 15 tahun, hanya boleh bekerja pada jenis-jenis pekerjaan ringan yang tidak membahayakan fisik, mental dan moral anak, tidak boleh bekerja lebih dari 3 jam, harus seizin orang tua, serta harus tetap bersekolah.
Di Indonesia banyak pekerja anak yang memalsukan umurnya, terutama anak perempuan. UNICEF memperkirakan sekitar 30% pekerja seks komersil perempuan berumur kurang dari 18 tahun. Bahkan ada beberapa yang masih berumur 10 tahun. Diperkirakan pula ada sekitar 40.000-70.000 anak menjadi korban eksploitasi seks dan sekitar 100.000 anak diperdagangkan tiap tahun.
Berdasarkan data Sakernas, jika dilihat dari jenis pekerjaannya, terdapat 62% pekerja anak di Indonesia yang bekerja di sektor pertanian, 19% di industri, dan 19% di sektor jasa. Ironisnya, sebanyak 74% merupakan pekerja anak yang tak dibayar karena memang statusnya adalah membantu orangtuanya. Sementara sebanyak 14% berstatus pekerja tetap di berbagai industri. Golongan yang disebut terakhir ini umumnya dibayar dengan upah rendah.
Kemenaker menargetkan Indonesia bebas pekerja anak pada tahun 2022. Pada 2015, pemerintah akan menarik 16.000 pekerja anak. Selain zona bebas pekerja anak, Kemenaker juga memberikan subsidi dana keluarga anak dan pelatihan keterampilan.
Kemenaker memiliki Program Pengurangan Pekerja Anak dalam Program Keluarga Harapan (PPA-PKH) tahun 2015 sebagai salah satu upaya untuk mengurangi tingkat pekerja di usia anak dan pekerja anak yang putus sekolah dari rumah tangga sangat miskin (RTSM).
PPA-PKH telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Depok dengan jumlah peserta 90 anak berusia 13-17 tahun yang putus sekolah di tingkat SD, MI, dan SMP serta berasal dari rumah tangga sangat miskin, dan jumlah pendamping 10 orang. Acara tersebut berjalan selama 28 hari.